Kebumen (YBINews) – Senyumnya teduh, langkahnya mantap. Di balik sosok berhijab abu-abu yang bersahaja itu, tersimpan kisah luar biasa tentang keteguhan hati, cinta terhadap ilmu, serta dedikasi tanpa batas untuk dunia pendidikan.
Dialah Ustadzah Muchyani, M.Pd., seorang pemimpin lembaga pendidikan, ibu, sekaligus teladan yang menginspirasi banyak orang. Di tengah tanggung jawab mengelola Madrasah Ibtidaiyah Terpadu Logaritma Sempor, membina guru-guru di bawah naungan Yayasan Bina Insani Kebumen, serta mengasuh sembilan buah hati, ia tetap teguh menapaki jalan ilmu hingga berhasil menuntaskan studi Magister Manajemen Pendidikan Islam di Pascasarjana IAINU Kebumen pada Ahad, 1 November 2025.
Lahir di Kebumen, 13 November 1980, dan tinggal di Desa Kedungpuji, Kecamatan Gombong, Ustadzah Muchyani tumbuh dalam lingkungan sederhana. Dari ruang-ruang belajar yang bersahaja, ia menanam keyakinan bahwa pendidikan bukan sekadar profesi, melainkan ibadah dan jalan pengabdian sepanjang hayat.
Kehilangan suami tercinta, Agus Harinto, S.Pd. (Almarhum), menjadi ujian paling menggetarkan dalam hidupnya. Namun di tengah peran sebagai ibu dari lima anak, ia menolak berhenti pada titik letih. Dari duka yang mendalam itu tumbuh semangat baru, menjadikan ilmu sebagai pelita kehidupan dan pendidikan sebagai ladang amal yang tak pernah kering.
Takdir kemudian mempertemukannya dengan sosok pendidik yang juga mengabdikan diri di dunia yang sama, Mustika Aji, S.Pd., yang telah memiliki empat anak. Dari pernikahan yang dibangun atas dasar saling menghargai dan kesamaan visi dalam menebar ilmu, keduanya menapaki kehidupan yang harmonis dan penuh keberkahan.
Kini, sembilan anak dari perjalanan hidup keduanya menjadi sumber kekuatan, kebahagiaan, dan inspirasi yang meneguhkan langkah mereka dalam mengabdi untuk pendidikan.
Hari-harinya dipenuhi dinamika pengelolaan lembaga, pembinaan guru, dan penguatan mutu pendidikan. Ia memimpin dengan hati, mendengar dengan empati, dan menggerakkan tim dengan keteladanan. Waktunya mungkin terbatas, tetapi semangatnya tak pernah surut.
“Guru sejati,” ujarnya lembut, “adalah mereka yang terus belajar, bahkan ketika lelah sudah mengetuk dan dunia meminta untuk berhenti.”
Sejak 2013, Ustadzah Muchyani dipercaya memimpin Madrasah Ibtidaiyah Terpadu Logaritma Sempor, sekaligus menjabat sebagai Ketua Departemen Pendidikan di Yayasan Bina Insani Kebumen.
Dalam dua amanah besar itu, ia menjadi penggerak, penuntun, dan penyemai semangat bagi para guru agar terus tumbuh dalam kompetensi dan keikhlasan.
“Beliau adalah contoh nyata bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berjuang,” ujar Tri Liliana, S.Pd., rekan sejawat yang telah lama menyaksikan perjuangannya.
Hari wisuda di IAINU Kebumen menjadi momen penuh haru. Saat namanya dipanggil, tepuk tangan menggema, air mata bahagia menetes, dan senyum syukur terlukis di wajahnya. Namun bagi Ustadzah Muchyani, gelar magister bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari pengabdian yang lebih luas.
“Selama napas masih ada, saya ingin terus belajar dan berkontribusi untuk kemajuan pendidikan,” tuturnya dengan senyum teduh.
Sementara itu, Ketua Yayasan Bina Insani Kebumen, Dra. Sri Winarti, M.H., menyampaikan apresiasi dan rasa bangga yang mendalam atas capaian Ustadzah Muchyani.
Menurutnya, keberhasilan menuntaskan studi magister di tengah beragam tanggung jawab besar merupakan wujud nyata keteladanan seorang pemimpin pendidikan yang pantang berhenti mengembangkan diri.
“Dari yayasan, kami menyampaikan selamat kepada Mbak Yani. Di tengah berbagai kesibukan yang begitu padat, beliau masih mampu meluangkan waktu untuk meningkatkan kemampuan diri. Semoga dengan bertambahnya ilmu, beliau dapat semakin profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala madrasah maupun Ketua Departemen Pendidikan,” ujarnya hangat.
Lebih lanjut, Dra. Sri Winarti menilai bahwa langkah yang ditempuh Ustadzah Muchyani menjadi bukti bahwa dedikasi seorang pendidik sejati tidak pernah berhenti di tengah lelah. Justru di situlah nilai perjuangan sesungguhnya, menjadikan belajar sebagai bagian dari pengabdian yang tak mengenal batas waktu.
“Dengan menambah wawasan, tentu akan memperluas cara pandang dan memperkuat dedikasi dalam dunia pendidikan. Semoga prestasi ini menjadi penyemangat bagi guru-guru lain untuk terus belajar dan berbenah. Sekali lagi, selamat… semoga ilmunya berkah dan membawa manfaat yang luas,” harapnya.
Perjalanan hidup Ustadzah Muchyani mengajarkan satu hal sederhana namun mendalam: bahwa semangat belajar tidak pernah mengenal usia, keadaan, atau keterbatasan.
Dari sebuah desa kecil di Gombong, ia menyalakan obor inspirasi yang cahayanya kini menerangi dunia pendidikan Islam, membuktikan bahwa ketulusan dan keteguhan hati mampu mengubah lelah menjadi berkah, dan perjuangan menjadi cahaya yang abadi. (YBI)
Baca Artikel lainnya,
© 2025
Departemen Media dan Publikasi
YAYASAN BINA INSANI KEBUMEN

Leave a Comment