School Info
Wednesday, 03 Dec 2025
  • 🕌 Kami segenap Tim Departemen Media & Publikasi Yayasan Bina Insani Kebumen mengucapkan: "Selamat Memperingati Hari Santri Nasional 2025" 🇮🇩✨ "Semoga semangat para santri dalam mencintai agama dan tanah air terus menginspirasi kita untuk berjuang dengan ilmu, berbakti dengan akhlak, dan menebar keberkahan di setiap langkah." Aamiin. 🌸
  • 🕌 Kami segenap Tim Departemen Media & Publikasi Yayasan Bina Insani Kebumen mengucapkan: "Selamat Memperingati Hari Santri Nasional 2025" 🇮🇩✨ "Semoga semangat para santri dalam mencintai agama dan tanah air terus menginspirasi kita untuk berjuang dengan ilmu, berbakti dengan akhlak, dan menebar keberkahan di setiap langkah." Aamiin. 🌸
29 November 2025

Komedi Gelap Pendidikan Kita

Sat, 29 November 2025 Read 15x Artikel
Share this post

✍️ Oleh Mustika Aji

Mari kita bicara tanpa bedak, tanpa filter. Negara baru saja bagi-bagi Smart TV digital ke sekolah-sekolah. Wah, keren! Modern! Digitalisasi! Itu kalau kamu sekolah negeri di bawah Kemendikbud. Kalau kamu madrasah? Santai saja, kamu dapat jatah menyaksikan dari pinggir lapangan.

Negara bilang: “Kami peduli pemerataan!” Realitanya: pemerataan untuk sebagian, penghiburan untuk sisanya. Madrasah kebagian perannya: jadi penonton resmi. Lengkap dengan kursi plastik imajiner.

Dan lucunya lagi madrasah bukan cuma dianaktirikan. Madrasah swasta? Itu level berikutnya: anak tiri yang tinggal di gudang. Negara cuma datang kalau butuh data. Kalau soal fasilitas? Tinggalkan pesan setelah bunyi beep.

Lanjut ke sertifikasi guru.
Guru madrasah itu memang makhluk paling sabar di republik ini. Sertifikasi guru syaratnya lebih ruwet, kuotanya lebih ketat, antriannya lebih panjang, dan honornya… lebih rendah dari harga makan siang pejabat. Sungguh perpaduan sempurna antara dedikasi dan penderitaan.

Negara urus sertifikasi seperti ujian kesabaran spiritual: “Apakah engkau masih ikhlas dengan pendapatan segini?” “Apakah engkau tetap tabah ketika kuotamu dicoret?” “Apakah engkau masih tersenyum saat sekolah sebelah dapat fasilitas baru sementara kamu dapatnya formulir baru?”

Madrasah lihat sekolah lain pasang perangkat digital macam showroom elektronik. Sementara madrasah sendiri dapat apa? Edaran. Pedoman. Surat imbauan. Kadang bonusnya: supervisi mendadak.

Permintaan negara:
“Mohon lakukan pembelajaran digital inovatif.” Peralatan negara: “Silakan bayangkan sendiri alatnya.” Ini komedi gelap. Negara menyuruh madrasah terbang tapi sayapnya dilepas dulu. Lalu tanya polos: “Kok kalian tidak cepat maju?” Ya gimana, Pak… mau terbang pakai doa doang?

Dan jangan lupa: nilai keadilan itu bukan aksesoris. Dalam agama, ‘adl itu pondasi. Dalam Pancasila, itu janji. Tapi dalam kebijakan pendidikan? Kadang cuma jadi slogan manis yang hilang waktu rapat anggaran.

Madrasah diminta mencetak manusia beradab, sementara perlakuan negara pada madrasah sendiri… jauh dari beradab. Anak-anak disuruh bermimpi besar, padahal guru dan sekolahnya saja masih berjuang supaya fasilitas minimal tidak jatuh ke jurang ketertinggalan.

Kalau negara serius ingin pendidikan adil, hentikan drama “yang dekat disayang, yang jauh disuruh sabar”. Karena sampai itu terjadi, Smart TV hanya jadi simbol paling telanjang dari sistem kita:

Ada yang dapat layar besar, dan ada yang cuma dapat pemandangan ketidakadilan yang makin jelas dan makin nyebelin.


✍️ Penulis: Mustika Aji, S.Pd.
(Aktivis dan Tokoh Masyarakat Kebumen)

Baca Artikel lainnya,


Share this post

Another Article

This article have

0 Comment

Leave a Comment