oleh : Mustika Aji
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) seringkali dipersepsikan sekadar sebagai dokumen administratif. Padahal, APBS adalah jantung perencanaan sekolah. Dari sinilah seluruh program dan kegiatan memperoleh pijakan finansial.
Jika disusun secara partisipatif, APBS bukan hanya alat teknis, melainkan juga ruang demokrasi di sekolah. Kepala sekolah, guru, komite, orang tua, hingga siswa dapat duduk bersama merumuskan prioritas.
Tahapan penyusunan APBS partisipatif biasanya diawali dengan menelaah dokumen perencanaan jangka menengah sekolah (RKS/RPJM Sekolah). Dari sini dipetakan kembali program tahunan yang relevan. Analisis Rapor Pendidikan kemudian memberikan gambaran objektif mengenai capaian sekolah pada delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Data tersebut menjadi bahan penting agar perencanaan tidak mengawang, tetapi berbasis kebutuhan nyata yang terukur. Selanjutnya, hasil evaluasi partisipatif, melibatkan guru, siswa, maupun orang tua, berfungsi sebagai koreksi sekaligus penguat. Dengan demikian, long list program dapat disaring menjadi prioritas realistis sesuai kapasitas pendapatan sekolah.
Partisipasi memang memperlambat proses dibandingkan model top-down. Namun, partisipasi menghadirkan rasa memiliki. Guru merasa aspirasinya dihargai, siswa belajar berpendapat, dan orang tua percaya sekolah tidak berjalan sendiri.
Transparansi dan akuntabilitas pun tumbuh secara alami, karena sejak awal warga sekolah mengetahui dari mana dana berasal, untuk apa dipakai, dan bagaimana dipertanggungjawabkan.
Tata kelola keuangan sekolah yang sehat menjadi pilar penting. Setiap pemasukan, baik dari BOS, bantuan pemerintah, komite, maupun sumber sah lainnya, dicatat secara jelas. Belanja disusun sesuai nomenklatur resmi pemerintah sehingga mudah diaudit dan tidak menimbulkan tafsir ganda. Pelaporan bukan hanya sekadar memenuhi aturan, tetapi juga menjadi cermin keterbukaan.
Evaluasi APBS tidak berhenti pada angka serapan. Evaluasi harus menjawab: apakah belanja sekolah menghasilkan dampak nyata? Di sinilah Rapor Pendidikan, monitoring guru, maupun suara siswa dipadukan. Bila ditemukan kekurangan, revisi dapat dilakukan secara terbuka dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Akhirnya, APBS partisipatif bukan sekadar tabel angka atau laporan tahunan. Ia adalah instrumen strategis untuk memastikan setiap rupiah kembali ke ruang kelas, ke meja guru, ke laboratorium, ke perpustakaan, bahkan ke taman bermain.
Semua diarahkan untuk menjawab kebutuhan nyata sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu: pembelajaran yang hidup, guru yang sejahtera, siswa yang berkarakter, serta lingkungan sekolah yang aman dan inklusif.
Penulis: Mustika Aji, S.Pd.
(Aktivis dan Tokoh Masyarakat Kebumen)
Baca Artikel lainnya,
© 2025
Departemen Media dan Publikasi
YAYASAN BINA INSANI KEBUMEN

Leave a Comment