oleh: Muchyani
Guru adalah sosok yang tak pernah lekang oleh waktu. Sejak dahulu hingga kini, dari surau sederhana hingga ruang kelas modern, guru selalu hadir sebagai penuntun jalan bagi generasi manusia. Ia bukan sekadar profesi yang dijalani, melainkan amanah mulia yang dipikul dengan cinta dan kesabaran.
Seorang guru ibarat matahari. Ia memberi cahaya agar muridnya dapat melihat arah, ia menghangatkan hati agar semangat terus menyala. Bahkan ketika dirinya perlahan meredup, bekas sinarnya tetap hidup dalam jiwa-jiwa yang pernah disentuhnya. Dari sinilah lahir ungkapan bijak, “Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.”
Islam menempatkan guru pada kedudukan yang sangat mulia. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, bahkan semut di dalam lubangnya dan ikan di lautan, semuanya bershalawat (mendoakan kebaikan) untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa mengajarkan ilmu adalah amal jariyah yang tidak pernah putus pahalanya. Setiap huruf yang diajarkan, setiap doa yang dibimbingkan, setiap akhlak yang ditanamkan akan kembali kepada guru sebagai pahala yang terus mengalir hingga akhirat.
Guru sejati tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai kehidupan. Ia bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing jiwa. Ia menuntun murid untuk mengenal Tuhannya, menghargai sesama, dan mencintai ilmu sebagai bekal mengarungi kehidupan.
Anak-anak sering kali lebih cepat meniru daripada mendengar. Maka, keteladanan guru menjadi bahasa paling tajam dalam pendidikan. Sabar seorang guru, kejujurannya, kesantunan dalam berbicara, hingga keikhlasan dalam beramal akan melekat dalam diri murid jauh lebih kuat dibanding seribu nasihat yang diucapkan.
Tak jarang, murid akan mengingat wajah gurunya lebih lama daripada isi buku yang diajarkan. Inilah mengapa guru sejati adalah teladan hidup. Ia menjadi cermin, dan murid-muridnya adalah refleksi dari apa yang ia perlihatkan setiap hari.
Setiap murid datang dengan segudang potensi dan impian. Ada yang cerdas dalam logika, ada yang berbakat seni, ada yang tangguh dalam olahraga, ada pula yang tenang dalam doa. Tugas guru adalah menemukan mutiara-mutiara itu, membersihkannya, lalu menuntunnya agar bersinar sesuai fitrah yang Allah karuniakan.
Guru adalah penjaga harapan. Tatapan mata seorang murid seolah berkata: “Bimbinglah aku agar aku bisa lebih baik dari diriku hari ini.” Di situlah guru berdiri, menjadi jawaban bagi doa-doa orang tua, menjadi jembatan antara mimpi anak dengan kenyataan masa depan.
Guru, dengan segala pengorbanannya, layak mendapatkan doa dan penghargaan tertinggi. Mereka mungkin tak disebut dalam sejarah, namun doa mereka menyertai lahirnya sejarah besar umat manusia.
Semoga Allah menjaga setiap guru yang dengan sabar mendidik generasi ini. Semoga setiap tetes peluh, setiap kalimat yang penuh kasih, dan setiap doa yang tulus menjadi cahaya penuntun di dunia dan akhirat.
Diceritakan, ada seorang guru tua yang setiap hari datang ke kelas dengan pakaian sederhana. Suaranya tidak lantang, bahkan kapur yang ia gunakan sering kali habis sebelum pelajaran usai. Namun ada sesuatu yang berbeda: setiap kali ia menulis di papan tulis, ia melakukannya dengan penuh kesabaran, dan setiap kalimat yang diucapkan sarat makna.
Suatu hari, seorang murid bertanya,
“Pak, mengapa Bapak selalu tersenyum, padahal kapur kita sering habis, kelas panas, dan murid-murid kadang tidak mendengarkan?”
Guru itu menjawab dengan tenang,
“Nak, kapur ini memang habis setiap hari. Tapi setiap garis yang hilang, semoga berganti menjadi ilmu yang menempel di hati kalian. Jika satu kapur habis bisa membuat satu di antara kalian menemukan jalan hidupnya, maka bagi Bapak, itu adalah kebahagiaan yang tak ternilai.”
Tahun-tahun berlalu. Murid-murid itu tumbuh dewasa: ada yang menjadi dokter, insinyur, pengusaha, bahkan pemimpin masyarakat. Mereka sering mengenang sang guru, bukan karena pakaian yang ia kenakan, tetapi karena ketulusan dan senyumnya yang menyalakan semangat mereka.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa guru bukan hanya pengajar, melainkan penyalur cahaya kehidupan. Seperti kapur yang habis demi memberi goresan ilmu, guru rela mengorbankan dirinya agar murid-muridnya bersinar di masa depan.
✍️ Penulis: Muchyani, S.Pd.
Kepala MI Terpadu Logaritma Sempor
Baca Artikel lainnya,
© 2025
Departemen Media dan Publikasi
YAYASAN BINA INSANI KEBUMEN
Leave a Comment