oleh: Mustika Aji
Suasana kelas memanas. Andi berdiri dari bangkunya, poster di tangan berkibar, wajahnya merah karena emosi.
“Kita nggak bisa terus diam, Din! Kalau pelajar cuma duduk manis di kelas, siapa yang mau dengar suara kita?”
Dina menatap tajam, tangannya menghantam meja hingga buku-buku bergetar.
“Tugas kita belajar, Andi! Demo itu berisiko. Banyak yang ricuh, banyak yang ditangkap. Mau jadi korban sia-sia?”
Sorak teman-teman pecah. Ada yang membela Andi, ada yang mendukung Dina. Kelas berubah jadi arena debat terbuka.
Andi, dengan suara berapi-api:
“Itu namanya perjuangan! Sejak dulu pemuda yang berani turun ke jalanlah yang melahirkan perubahan.”
Dina, tak mau kalah:
“Perubahan juga bisa lahir dari ilmu, tulisan, dan karya nyata. Kalau cuma ikut-ikutan teriak, kalian hanya pion!”
Tensi kian meninggi. Api dan angin beradu dalam kata-kata.
Tiba-tiba pintu terbuka. Pak Umar Bakri masuk dengan langkah tenang. Ia menaruh tas di meja, menatap murid-muridnya yang masih panas.
“Anak-anak, tenanglah. Apa yang kalian perdebatkan ini bukan hal sepele. Ini menyangkut hak dan tanggung jawab pelajar, masa depan bangsa, cara menyuarakan kebenaran.”
Kelas hening. Semua menunggu kata-kata berikutnya.
Dengan suara dalam dan berwibawa, Pak Umar berkata:
“Pelajar itu ibarat tunas muda. Kalau tunas dipatahkan terlalu dini, pohon tak sempat tumbuh. Tapi kalau tunas hanya diam, ia pun takkan pernah jadi rimbun.
Ikut demo? Boleh, asal tahu apa yang diperjuangkan, dengan adab, dengan ilmu. Tidak ikut demo? Juga boleh, asal tetap kritis dan menyuarakan pikiran lewat cara lain, menulis, berdiskusi, berorganisasi.
Ingatlah, keberanian tanpa ilmu bisa jadi kecerobohan. Tapi ilmu tanpa keberanian hanyalah buku berdebu.
Kalianlah masa depan bangsa. Negara ini butuh generasi yang berani sekaligus bijak. Jangan pilih salah satunya, jadilah keduanya.”
Suasana kelas mereda. Poster di tangan Andi perlahan terlipat. Buku di meja Dina tertutup. Tatapan mereka saling bertemu, tak lagi dengan api, melainkan dengan pengertian.
Matahari sore menembus jendela, cahayanya hangat. Seolah alam ikut berbisik: perjuangan punya banyak jalan, dan pelajar adalah tunas yang harus tumbuh dengan ilmu sekaligus keberanian.
✍️ Penulis: Mustika Aji, S.Pd.
(Aktivis dan Tokoh Masyarakat Kebumen)
Baca Artikel lainnya,
© 2025
Departemen Media dan Publikasi
YAYASAN BINA INSANI KEBUMEN
Leave a Comment