oleh: Muchyani
Madinah pernah dilanda krisis air. Dari sanalah lahir kisah sedekah abadi Utsman bin Affan RA, yang hingga kini masih menjadi teladan wakaf sepanjang zaman.
Madinah kala itu melalui masa-masa sulit. Teriknya matahari membakar bumi, tanah merekah, dan udara kering membuat penduduk kehausan. Satu-satunya sumber air jernih yang bisa diandalkan hanyalah Sumur Raumah. Namun, sumur tersebut dimiliki seorang Yahudi yang menjual air dengan harga sangat mahal. Kaum fakir miskin hanya bisa menatap tanpa sanggup membeli.
Bayangkan betapa berat kehidupan kala itu. Anak-anak menangis karena haus, para ibu rela menjual harta terakhir demi setimba air, sementara para ayah pulang dengan tangan hampa. Air merupakan sumber kehidupan yang seharusnya menjadi hak bersama, berubah menjadi komoditas yang tak semua orang mampu memilikinya.
Melihat penderitaan umatnya, Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa membeli Sumur Raumah lalu mewakafkannya untuk kaum muslimin, maka Allah akan memberinya surga.” (HR. Muslim)
Sabda itu mengetuk hati para sahabat. Dari sekian banyak yang hadir, berdirilah seorang lelaki lembut lagi dermawan, Utsman bin Affan RA. Dengan penuh keyakinan ia berkata, “Ya Rasulullah, aku akan membelinya. Demi Allah, aku ingin umatmu hidup dari airnya. Demi Allah, aku ingin surga itu.”
Utsman segera menemui pemilik sumur dan menawar untuk membelinya. Namun, pemilik menolak karena alasan keuntungan. Tidak menyerah, Utsman mengajukan penawaran lain: membeli separuh kepemilikan dengan sistem bergiliran, sehari untuknya dan sehari untuk si pemilik.
Kesepakatan pun tercapai. Pada hari milik Utsman, air diberikan gratis untuk kaum muslimin. Sebaliknya, pada hari milik sang Yahudi, tak seorang pun membeli karena semua menunggu giliran Utsman. Alhasil, pemilik sumur merugi dan akhirnya menjual seluruh sumur tersebut kepada Utsman.
Sejak saat itu, Sumur Raumah menjadi milik umat Islam, wakaf abadi dari Utsman bin Affan RA. Airnya mengalir bebas, menyejukkan dahaga, dan menjadi amal jariyah yang pahalanya terus bertambah hingga hari kiamat.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga:
Hari ini, kita mungkin tidak mampu membeli sumur seperti Utsman. Namun, kita tetap bisa menyalakan “sumur-sumur kebaikan” dalam kehidupan sehari-hari: membantu tetangga yang kesulitan, menolong sahabat yang membutuhkan, mendidik anak dengan penuh kesabaran, atau sekadar menghadiahkan senyum yang menyejukkan hati.
Sesungguhnya, setiap kebaikan adalah sumur kehidupan, dan setiap keikhlasan adalah jalan menuju surga.
✍️ Penulis: Muchyani, S.Pd.
Kepala MI Terpadu Logaritma Sempor
Baca Artikel lainnya,
© 2025
Departemen Media dan Publikasi
YAYASAN BINA INSANI KEBUMEN
Leave a Comment